Worst Anime & Manga Adaptation Into Live-Action Movies

Banyak produser yang mengangkat film animasi ke layar lebar dan diubah dalam bentuk live-action movies. Selain ingin memunculkan nuansa yang berbeda, juga ingin menampilkan apa yang digambarkan dalam film animasi menjadi hal yang lebih hidup. Sayangnya, tidak semua film animasi yang diadaptasi ke versi layar lebar dalam bentuk live-action menjadi lebih baik. Bahkan tidak sedikit yang secara kualitas jauh lebih jeblok daripada serial televisinya. Berikut ini adalah beberapa serial animasi yang diangkat ke layar lebar sebagai film live-action yang - sayangnya - gagal secara kualitas.

GANTZ 2 : PERFECT ANSWER
Gantz aslinya adalah serial manga dan anime yang cukup populer di Jepang. kreasi Hiroya Oku ini menceritakan tentang sekumpulan orang yang dinyatakan "tewas" tapi justru terlibat dalam sebuah permainan melawan Aliens. Serial manganya sendiri masih berlanjut. Sedangkan versi animasinya sudah dibuat dalam 2 season, yaitu Gantz : First Stage (13 episode, ditayangkan di Animax 12 April 2004 - 26 Juni 2004) dan Gantz : Second Stage (13 episode, ditayangkan di Animax 26 Agustus - 18 November 2004).

Versi layar lebarnya juga dibuat dalam 2 seri. Gantz pertama dirilis tanggal 29 Januari 2011 dan Gantz kedua (Gantz 2 : Perfect Answer) dirilis tanggal 23 April 2011. Seri pertama Gantz mendapatkan respon yang cukup baik dari para penonton. Namun kecaman banyak dilontarkan saat Gantz 2 dirilis, karena tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang tersisa di seri pertama, namun malah mengulangi apa yang sudah ditampilkan di seri pertama. Akibatnya, Gantz 2 hanyalah menjadi tontonan yang membosankan, bahkan terkesan "dipaksakan untuk ada" hanya untuk menjawab pertanyaan yang pada akhirnya berujung pada pertanyaan lain yang tidak terjawab.


RIKI-OH : THE STORY OF RICKY
Film Hong Kong produksi 1997 ini diadaptasi dari manga Jepang berjudul Riki-Oh karya Masahiko Takajo dan Saruwatari Tetsuya. Sebelumnya, manga ini pernah dibuat dalam versi OVA Jepang berjudul Riki-Oh : The Wall of Hell (1989) dan Riki-Oh : Child Of Destruction (1991).

Film yang diperani Fan Siu Wong, Gloria Yip, Oshima Yukari, dan Ka-Kui Ho ini mengambil penggalan cerita dari komik aslinya, dengan beberapa modifikasi. Dikisahkan Riki-Oh ditahan di penjara setelah membunuh gembong penjahat karena gembong tersebut membunuh kekasih Riki. Di sel tersebut, ternyata banyak orang yang ingin membunuhnya, sehingga Riki - yang memiliki kemampuan bertarung dan kekuatan yang luar biasa tersebut - harus menghabisi mereka satu-persatu.

Film yang terkenal karena penggambaran adegan kebrutalannya yang berlebihan ini memiliki banyak penggemar dan hingga kini menjadi salah satu film eksyen paling disukai. Secara kualitas, film ini tidaklah sebaik komiknya yang kompleks dengan cerita perjalanan hidup Riki yang dramatis. Dengan cerita yang sangat datar, akting buruk dari sebagian besar pemain, serta efek khusus yang terkesan tempelan dan terlihat bohongan, membuat film ini hanyalah sebuah film biasa yang hanya menjual "darah".


CITY HUNTER
Tahun 1993, Jacky Chan mengadaptasi komik dan anime City Hunter ke dalam layar lebar. Dalam film ini, Jacky berperan sebagai Ryo Saeba, sang detektif kota yang konyol bin norak tapi cerdas. Bersama adik perempuan sahabatnya, Kaori Makimura (Wang Chu Shien), keduanya berlayar menaiki kapal pesiar Fuji Maru, di mana di dalam kapal tersebut mereka berhadapan dengan para kriminal yang membajak kapal tersebut.

Menurut saya, Jacky Chan gagal total membawakan peran Ryo Saeba. Dalam versi komik dan animasinya, tokoh karya Tsukasa Hojo ini adalah sosok yang mudah tergoda wanita, jago menggunakan senjata, serta memiliki akal yang luar biasa cerdasnya. Namun di film ini, Ryo Saeba yang kita lihat adalah Jacky Chan, bukan Ryo Saeba yang kita kenal. Komedi yang memenuhi film itu terlalu kental komedi khas Jacky Chan. Bahkan adegan perkelahian yang fenomenal dalam film ini (Jacky Chan berubah menjadi beberapa karakter Street Fighters) tidak bisa menghapus kekecewaan para penggemar City Hunter atas ketidakmampuan Jacky Chan memerankan karakter idola mereka.


DRAGON BALL EVOLUTION
Setahu saya, komik dan anime legendaris Dragon Ball sudah dua kali dibuat versi live-actionnya, dan bukan perusahaan Jepang yang membuat kedua versi itu. Versi pertama dibuat oleh perusahaan film Taiwan berjudul Dragon Ball (1987). Film yang dibuat dengan pernggambaran karakter yang mirip dengan versi anime dan komik ini, sayangnya gagal karena alur ceritanya yang melenceng jauh dari cerita aslinya.

Versi kedua adalah Dragon Ball Evolution (2009). Versi Hollywood ini mengambil pendekatan yang berbeda - bahkan cenderung sedikit "ngeyel" - daripada versi Taiwan. Alur ceritanya agak mengikuti cerita aslinya, tentang Goku (dperani Justin Chatwin) yang sebatang kara dan tinggal bersama kakeknya (Randall Duk Kim). Saat menginjak usia 18 tahun, kakeknya dibunuh mahluk luar angkasa bernama Picollo (James Masters) yang mencari Bola Naga (Dragon Ball) yang kebetulan salah satunya disimpan oleh kakek Goku. Saat kakeknya meninggal, Goku diberi Dragon Ball dan mulailah Goku berpetualang mencari 7 Bola NAga legendaris.

Walau mirip cerita aslinya, namun banyak elemen dalam Dragon Ball yang sangat tidak pas ditampilkan di film ini. Selain ceritanya yang terlalu kelam, akting yang tidak meyakinkan (bahkan terkesan depresi menjengkelkan) Justin Chatwin, nuansa Hollywood yang terlalu pekat dalam film ini (yang aslinya bernuansa Asia) menjadi beberapa alasan dari rentetan alasan lain yang membuat film ini tidak saja buruk dalam segi kualitas, namun juga perolehan box-office-nya pun mengecewakan. Bahkan Akira Toriyama - kreator manga Dragon Ball - pun sangat kecewa karena semua masukannya pada para penulis dan produser - saat film ini akan dibuat - tidak digubris.


SPEED RACER
Speed Racer aslinya adalah manga dan animasi Jepang berjudul Mach Go Go Go yang cukup populer di masa lalu. Komik berserinya sukses saat diedarkan tahun 1958 di Shonen Book dan diterbitkan dalam bentuk buku komik oleh Sun Wide Comics di tahun yang sama. Sukses komik tersebut dibarengi dengan kesuksesan anime serial ini saat ditayangkan tahun 1967 - 1968 di Fuji TV. Ketika ditayangkan di Amerika akhir tahun 1967, serial ini diubah judulnya menjadi Speed Racer dan menjadi serial keluarga favorit yang menjadi legenda hingga hari ini.

Kepopuleran serial tersebut menggoda para produser Hollywood untuk mengadaptasinya menjadi sebuah live action movie tahun 2008. Adalah Larry dan Andy Wachowski - dua sutradara bersaudara yang menelurkan trilogi The Matrix - yang menyutradarai film tersebut. Ceritanya tidak terlalu jauh dari cerita aslinya, di mana diceritakan Speed Racer (diperani Amile Hirsch) yang menyukai dunia balap mobil dan bercita-cita menjadi pembalap. Untuk itu, dia menghadapi banyak rintangan untuk jadi seorang pembalap sejati.

Walau sangat setia mengikuti alur cerita Mach Go Go Go, dan dibuat dengan bantuan efek khusus CGI yang cukup canggih, namun film ini gagal secara komersil. Para kritikus menilai, film ini terlalu banyak mengumbar efek khusus yang terkesan kekanak-kanakan, ceritanya dangkal, bahkan cenderung membosankan.


FIST OF THE NORTH STAR
Ini adalah salah satu manga paling populer di era 80an. Anime berjudul asli Hokuto No Ken ini ditulis oleh Buronson dan digambar oleh Tetsuo Hara dan diterbitkan secara bersambung dalam Weekly Shonen Jump pada tahun 1983 -1988 sebanyak 245 bagian. Versi komiknya diterbitkan sebanyak 27 volume oleh Shueisha di awal tahun 1990an. Versi anmienya sendiri dibuat dalam 2 season, diproduksi Toei Animation dan ditayangkan oleh Fuji TV pada tanggal 4 Oktober 1984 - 5 Maret 1987 sebanyak 109 episode (Season 1), dan 13 Maret 1987 - 18 Februari 1988 sebanyak 43 episode (Season 2). 

Manga dan anime bergenre post-apocalyse masa depan ini menuturkan petualangan Kenshiro, pembunuh dari klan Hokuto Shinken, yang melakukan perjalanan  ke seluruh Jepang untuk melindungi para penduduk yang ditindas para kriminal. Kenshiro memiliki kemampuan membunuh musuh dengan hanya menyentuh beberapa bagian tubuh musuhnya, lalu dalam hitungan detik, bagian tubuh tersebut akan meledak dengan sendirinya.

Tahun 1995 silam, Hollywood pernah mengadaptasi manga dan anime tersebut ke dalam bentuk live-action movie berjudul Fist of The North Star. Diperani Gary Daniels, Costas Mandylor, Chris Penn, dan Isako Washio, serta disutradarai Tony Randel, film ini mengambil cerita tidak terlalu jauh dari cerita aslinya. Sayang, walau alurnya sangat enak dan mudah untuk diikuti, namun film ini dipenuhi dengan adegan perkelahian yang koreografinya kurang enak ditonton sehingga membosankan dan sangat bikin ngantuk. 



Comments