Movie Review - HASHIMA PROJECT (2013)

Sepertinya pasca film horror 4Bia (2008) yang sempat meledak di kawasan Asia Tenggara, film-film horror Thailand cenderung mengalami penurunan kualitas yang - menurut saya - cukup drastis. Sejak itu, sangat sulit menemukan film-film horror Thailand yang benar-benar berkualitas dan penuh kejutan yang "wajar". Sepanjang saya mengikuti perkembangan film-film horor Thailand, sepertinya horor yang ditampilkan sudah tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kebanyakan hanyalah pengulangan dari film-film sebelumnya.

Tahun 2013 merupakan masa paling "suram" bagi industri film horor Thailand karena film-film yang beredar rata-rata adalah film komedi-horor yang memang sangat booming gara-gara sukses film Phee Nak, remake film Nang Nak yang dibuat dalam versi komedi. Memang ada beberapa film yang mencoba menampilkan tontonan horor murni. Namun semuanya terbilang gagal, karena yang ditampilkan lagi-lagi adalah pengulangan.

Salah satu yang patut menjadi catatan adalah film Hashima Project (ฮาชิมะ โปรเจกต์ ไม่เชื่อต้องลบหลู่), besutan sutradara Piyapan Choopetch. Film ini beredar tanggal 31 Oktober 2013 silam. Film yang diperani Pirat Nitipaisalkul, Sucharat Manaying, Alexander Rendell, Mek Mekwattana, dan Apinya Sakuljaroensuk ini mengisahkan tentang 5 orang mahasiswa yang gemar membuat dokumentasi mengenai tempat-tempat berhantu. Kelimanya - Nick, May, Aof, Dok, dan Nan - melakukan shooting film dokumenter yang selain digunakan untuk tugas kuliah mereka, juga di-upload ke internet guna mendapatkan popularitas.

Film dokumenter mereka ternyata diminati banyak penonton di mana dalam waktu singkat, mereka sudah mampu menjaring lebih dari 1 juta penonton. Hal ini menarik minat produser dari rumah produksi Ghostland untuk mensponsori mereka melakukan perjalanan ke Pulau Hashima yang terletak di Prefektur Nagasaki, Jepang, dan melakukan pembuatan dokumentasi atas pulau tersebut.

Pulau Hashima sendiri merupakan pulau yang ditinggalkan para penghuninya, sehingga yang tersisa di pulau itu hanyalah gedung-gedung tua yang tidak terawat. Gosip menyebutkan kalau di gedung itu banyak orang yang meninggal dan rohnya masih tinggal di sana. Karena itu tugas kelima mahasiswa itu menemukan bukti tentang adanya hantu penghuni pulau itu.

Kelima mahasiswa itu pun berangkat dan melakukan shooting di pulau kosong tersebut. Ternyata saat membuat film, mereka mengalami hal-hal misterius yang mengganggu kegiatan shooting. Bahkan setelah shooting selesai dilakukan, dan mereka kembali ke kampung halamannya, kejadian aneh pun terus terjadi, bahkan merengut jiwa satu-persatu mahasiswa tersebut.

Di atas kertas, film ini sungguh menarik untuk ditonton. Apalagi waktu rilisnya yang bertepatan dengan Perayaan Halloween, tentu saja membuat film itu sepertinya punya "sesuatu" banget. Tapi, jangan salah. Film ini saya katakan "totally disaster".

Mengapa?

Hashima Island
Pertama, penulis naskah film Hashima Project terlalu mengambil risiko dengan "membohongi" penonton bahwa kosongnya Pulau Hashima karena alasan supranatural. Padahal dalam sejarah, Pulau Hashima kosong karena kebijakan Pemerintah Jepang. Di masa lalu, pulau tersebut dikenal sebagai pulau penghasil batu bara. Banyak pekerja batu bara yang mengajak keluarganya untuk tinggal di pulau tersebut, sehingga Pemerintah membuatkan rumah bagi para pekerja tambang batu bara. Namun saat bahan bakar minyak (BBM) mulai booming dan digunakan untuk keperluan komersil di Jepang tahun 1960, maka penggalian batu bara langsung dihentikan Pemerintah Jepang. Hal ini pun terjadi di Pulau Hashima. Setelah itu, Pemerintah kemudian menutup Pulau Hashima dan mengosongkan pulau tersebut. Maka ketika di film disebutkan alasan kosongnya Pulau Hashima akibat banyaknya roh orang mati yang terjebak di pulau itu akibat gempa bumi, saya benar-benar jadi tertawa geli.

Kedua, editing film ini terbilang sangat terburu-buru dan tidak rapi. Beberapa kali saya menemukan kesalahan adanya adegan-adegan salah (NG Scene) yang tidak dibuang, bahkan tetap ada dalam film, sehingga sangat mengganggu nuansa seram yang sudah terbangun sepanjang film.

Ketiga adalah efek seram dalam film ini yang jujur sangat tidak seram. Dandanan para hantunya tidak menyeramkan (semuanya dibuat mirip Piet Hitam dengan rambut acak-acakan). Kejutan-kejutannya pun terlalu gampang ditebak karena polanya sudah terlihat sejak awal film. Sehingga kalau ada yang terkejut atau ketakutan saat menonton bagian yang seram, saya akan sangat bingung sekali.

Dan keempat, alur ceritanya sangat dipaksakan untuk "twist". Pemaksaan ini berdampak pada kebingungan para penonton akan cerita yang sebenarnya. Kematian para tokoh utama film ini pun terkesan sangat "dipaksakan", sehingga sebelum filmnya usai pun penonton sudah malas duluan melanjutkannya sampai tuntas.

Dengan banyaknya kelemahan, Hashima Project bisa dikatakan sebagai salah satu produk gagal film horor Thailand yang beredar tahun 2013 silam. Meski pun sineas film ini mencoba menampilkan hal baru - misalnya mencoba membuat Urban Legend baru yang mereka ambil dari negara lain - tetapi tidak dimatangkan dengan baik. Sangat disayangkan, mengingat konsepnya sudah cukup baik dan bisa bikin penasaran penonton.

Salah satu hal yang menarik dalam film ini adalah para pemainnya. Entah kebetulan atau tidak, mereka punya wajah yang sangat mirip dengan aktor dan artis Indonesia. Sebut saja Pirat Nitipaisalkul yang memerani Nick. Wajahnya sangat mirip dengan Demian, salah satu pesulap papan atas Indonesia. Begitu juga Sucharat Manaying (pemeran May) yang sangat mirip dengan wajah Dian Sastrowardoyo, dan Alexander Rendell (pemeran Aof) yang memiliki kemiripan wajah dengan Andovi da Lopez (salah seorang komikus dari acara Stand Up Comedy).  Kebetulan? Mungkin saja....


Comments

Post a Comment