Movie Critic - RITUAL a.k.a. MODUS ANOMALI (2012)

Saya baru berkesempatan nonton film ini setelah tayang di Indonesia 2 tahun silam. Film yang disutradarai Joko Anwar dan diperani Rio Dewanto, Marsha Timothy, Hanna Al-Rashid, Izzi Isman, dan Aridh Tritama ini merupakan film bergenre thriller produks Indonesia. Filmnya cukup menarik karena dibuat dengan menggunakan dialog bahasa Inggris. Tujuan untuk menghadirkan film lokal yang bisa "go international" patut diapresiasi. Sayangnya, meski sudah berusaha menayangkan sebuah tontonan yang berkelas Hollywood, film ini penuh cacat yang sangat mengecewakan (meski sejak awal film ini sudah berhasil menarik penonton untuk menontonnya hingga tuntas).

Film ini diawali dengan seorang pria (diperani Rio Dewanto) yang terbangun di tengah hutan dalam kondisi terkubur. Pria yang mengalami amnesia ini tidak ingat siapa dirinya dan bagaimana dia berada di tengah hutan. Dalam penelusuran, dia menemukan sebuah rumah di tengah hutan, yang terdapat mayat seorang wanita hamil dan rekaman film adegan pembunuhan atas perempuan tersebut. Panik, pria itu kemudian kabur dan bersembunyi ketakutan di tengah hutan. Dia kemudian menemukan dompetnya, di mana dia menemukan kalau namanya adalah John Evans.

Dia kemudian terus menelusuri hutan, mencari jawaban mengapa dia berada di tengah hutan. Satu demi satu petunjuk dia dapatkan, dan akhirnya John menyadari kalau dirinya berada di hutan bersama dua orang anaknya. John harus menyelamatkan keduanya, sembari menghidar dari kejaran orang-orang yang misterius yang terus-menerus mengejarnya.

Sekilas, film ini menawarkan premis tontonan yang sangat menarik. Dua puluh menit pertama juga merupakan tontonan yang mendebarkan dan sangat berhasil menghipnotis penonton, karena menampilkan adegan mendebarkan yang nyaris tanpa dialog. Sayang, menit-menit berikutnya, tontonan berdurasi 90 menit ini justru meninggalkan kekecewaan yang teramat dalam.

Banyak bagian dalam film ini yang sangat mengganggu dan - entah mengapa - terkesan dibuat asal-asalan. Yang paling mengganggu adalah kameranya yang sering bergoyang-goyang, padahal sedang adegan statis. Misalnya saat adegan kedua anak John sedang duduk diam di semak-semak sambil berbisik, tiba-tiba kamera yang merekam adegan tersebut bergoyang-goyang. Sepertinya kameramen tergelincir saat merekam adegan tersebut. Anehnya, bagian ini tidak diperhatikan oleh Sutradara dan tidak melakukan "re-take" pada bagian tersebut.

Hal lain terjadi saat adegan John menengok ke jendela rumah tua. Kamera yang dibawa kameramen seharusnya menjadi "mata" John, justru tidak melakukan fungsinya. Alih-alih menjadi "mata", kamera untuk shooting film ini justru terkesan menjadi pengekor. Setelah John selesai menengok isi rumah, gantian kamera ikut-ikutan "kepo" melongok ke dalam rumah tua tersebut. Adegan yang tadinya menunjukkan John sendirian, jadi seperti John sedang berjalan bersama seseorang yang memegang kamera. Akibatnya, ketegangan yang semula sudah sangat solid dibangun menjadi hilang dan berganti kekonyolan. Akting totalitas Rio Dewanto yang tadinya sudah baik, menjadi sia-sia gara-gara pengambilan gambar seperti ini.

Film yang seharusnya menarik, berubah menjadi menggelikan. Film ini sebenarnya telah mampu berhasil menahan penonton selama 20 menit pertama menyaksikan adegan penuh ketegangan. Sayang, 70 menit berikutnya menjadi sangat membosankan karena kesalahan-kesalahan tersebut. Sayang sekali....




Comments