Movie Review - AS ABOVE, SO BELOW

Salah satu hal yang menarik dalam menonton film bergenre "found-footage" adalah selalu munculnya sensasi keterlibatan kita di dalam film itu. Meski sebagai penonton, namun ketika melihat kamera yang bergerak-gerak, serta para pemeran berbicara dengan menghadap ke arah kita, dan kita seolah-olah "merespon" atas apa yang dibicarakan oleh para pemeran, tanpa sadar kita seolah-olah ikut terbawa dalam kejadian dan petualangan yang sedang dialami oleh para pemeran dalam film yang kita tonton. Bagi saya, sensasi ini jauh lebih nyata dan seru daripada menonton film 3-D atau 4D sekalipun.


Sejak film Paranormal Activity yang muncul di awal tahun 2000an - diikuti sekuel-sekuelnya  - mendulang kesuksesan yang luar biasa, film jenis ini terus bermunculan, dan dibuat dengan teknik yang makin baik, dan makin nyata. Salah satu film bergenre "found-footage" yang saya ulas kali ini - dengan mendapatkan acungan dua jempol dari saya - adalah As Above, So Below.

Film ini produksi Amerika Serikat dan merupakan film pertama hasil kolaborasi produksi Legendary Pictures dan Universal Pictures. Dirilis tanggal 22 Agustus 2014 silam, film yang disutradarai John Erick Dowdle ini sepenuhnya dilakukan di Perancis, tepatnya di Kota Paris.

Dikisahkan Scarlett Marlowe (diperani Perdita Weeks), adalah seorang Mahasiswi Ilmu Kimia yang melanjutkan petualangan ayahnya mencari Batu Filosofer yang kabarnya dapat mengubah batu menjadi emas. Beberapa tahun silam, ayahnya pernah melakukan misi pencarian batu tersebut, namun akhirnya meninggal dalam pencarian tersebut. Scarlett melanjutkan pencarian ayahnya dari Turki, Iran, dan berakhir di Paris. Menurut informasi, batu yang dicari Scarlett terletak di kuburan bawah tanah, tepat di jantung kota Paris.

Dibantu Benji (Edwin Hodge) - Sang Juru Kamera - serta George (Ben Feldman) - mantan kekasihnya yang pernah ditinggalkannya saat melakukan perjalanan di Turki - mereka pun bertolak ke Paris. Di sana, mereka berkenalan dengan Papillon (Francois Civil), bersama Souxie (Marion Lambert) - kekasih Papillon - serta Zed (Ali Marhyar) - sahabat Papillon - mereka pun lalu turun ke kuburan bawah tanah di bawah jalan raya Paris.

Perjalanan tersebut ternyata tidak mudah. Mereka kemudian terjebak dan tidak dapat naik lagi melalui jalan yang mereka lalui sebelumnya. Untuk bisa keluar, mereka harus mencari jalan lain dengan cara menelusuri jalan bawah tanah, dan terus turun makin dalam ke bawah. Di kedalaman 1,000 meter, mereka akhirnya menemukan sebuah kuburan tua serta Batu Filosofi yang dicari. Namun setelah itu, satu-persatu dari mereka akhirnya tewas secara misterius. Selain itu, mereka pun dikejar-kejar oleh mahluk yang tidak jelas (yang mereka asumsikan sebagai penunggu Neraka).

Film berdurasi 93 menit ini menampilkan adegan yang cukup menyesakkan buat saya. Selain karena digambarkan berada di tempat kegelapan, banyak sekali adegan yang menampilkan suasana berada di ruang sempit. Buat saya - yang terlalu menghayati film tersebut - kondisi tersebut jadi ikut terbawa dalam emosi saya dan membuat saya beberapa kali merasakan nafas sesak karena menyaksikan kondisi ruang bawah tanah yang sangat sempit dan pengap.

Secara umum, film ini sangat mengagumkan karena berhasil dengan gemilang membuat saya terpukau sekaligus hanyut dalam kengerian alami yang dipaparkan film ini. Saya bahkan sangat terpukau saat menyaksikan ending film ini yang sangat tidak terduga sama sekali. Buat saya, film ini adalah sebuah master-piece yang luar biasa. Anda harus tonton film ini.


DO YOU KNOW ? 
Film ini dibuat dengan bujet US$ 4 juta. Pada saat tayang perdana, film ini langsung menduduki posisi ketiga dalam Box Office Amerika Serikat dengan meraup US$ 8.3 juta. Total keuntungan finansial yang diperoleh film ini adalah US$ 40.1 juta, dan ini belm termasuk dari hasil penjualan DVD dan Blu-Ray.

Proses pembuatan film ini dilakukan di Kuburan Bawah Tanah (catacombs) yang sebenarnya di kota Paris. Para kru dan pemeran benar-benar melakukan semua adegan di lokasi sebenarnya yang benar-benar sempit dan pengap. Kondisi tersebut benar-benar penuh tantangan karena sangat sulit, terutama bagi sang sutradara saat memberikan arahan kepada para pemainnya. Hal ini juga diperparah dengan tidak adanya listrik dan sinyal telepon tidak dapat masuk ke dalam Kuburan Bawah Tanah tersebut, sehingga menyulitkan para kru saat melakukan proses shooting di bawah tanah sedalam 1,000 meter dari permukaan tanah tersebut.



Comments