10 Film Trilogi yang Judul & Alurnya Tidak Saling Berhubungan

Biasanya, film trilogi (film yang dibuat dalam 3 seri di mana setiap seri film tersebut saling berhubungan) selalu menampilkan judul yang sama (dengan tambahan angka atau judul yang mirip) untuk menginformasikan kepada penonton film tersebut punya keterkaitan dengan film sebelumnya yang mana. Misalnya saja film Alien (1979) di mana sekuelnya berjudul Aliens, Alien 3, dan Alien : Resurrection.

Tetapi ternyata tidak semua film trilogi adalah film yang punya keterkaitan dengan film sebelumnya. Bahkan seringkali merupakan film yang berdiri sendiri dengan alur serta pemeran yang sama sekali berbeda. Hal yang bisa membuat mereka terlihat sebagai sebuah satu kesatuan adalah dari tema film, sutradara, bahkan karakter utama. Bagaimana kita bisa tahu film-film yang kita tonton adalah salah satu seri dari sebuah trilogi? Kalau judulnya sudah berbeda, memang agak sulit. Tapi jika Anda adalah seorang moviegoers sejati, pasti bisa tahu jika film yang Anda tonton adalah film lepas atau bagian dari sebuah trilogi.

Dan berikut ini adalah 10 film trilogi yang menggunakan judul yang berbeda dengan seri sebelumnya saat dirilis, sehingga nyaris tidak seorang penonton pun bisa menduga kalau film itu adalah bagian dari sebuah trilogi. Film apa sajakah itu?

1. THE APU TRILOGY
Salah satu trilogi film Bengali (India) yang paling legendaris sepanjang masa adalah film garapan sutradara Satyajit Ray yang dikenal dengan nama The Apu Trilogy. Sesuai namanya, film adaptasi novel berjudul Pather Panchali (terbit tahun 1929) dan Aparajito (1932) ini mengisahkan tentang kehidupan seorang anak bernama Apu yang terlahir dari keluarga miskin hingga pada akhirnya sukses sebagai seorang penulis.

Bagi orang di luar India, tentu akan sulit mengetahui ketiga film The Apu Trilogy, mengingat film ini dirilis dengan judul yang berbeda dengan rentang waktu rilis yang lumayan.

Seri pertama The Apu Trilogy berjudul Pather Panchali (Song og the Little Road) yang dirilis tanggal 26 Agustus 1955. Film ini mengisahkan kehidupan Apu (diperani Kanu Banerjee) di masa kecil di mana dia terlahir dari keluarga miskin, dan orang tuanya mengalami kesulitan finansial untuk menghidupi anak-anaknya. Film ini diakhiri dengan cerita meninggalnya kakak Apu bernama Durga (Uma Dasgupta) dan pindahnya keluarga Apu ke Kota Suci Benares.

Seri kedua berjudul Aparajito (The Unvanquished) yang dirilis tanggal 11 Oktober 1956. Kanu Banerjee masih memerani karakter Apu, di mana seri ini mengisahkan keluarga Apu yang hidupnya makin terpuruk pasca meninggalnya sang ayah. Meski hidup miskin, Apu berhasil menyelesaikan sekolahnya dengan baik dan menjadi salah seorang murid terpandai di sekolahnya. Di masa ini, Apu mengalami banyak gejolak kehidupan, terutama pertikaiannya dengan sang ibu, yang pada akhirnya membuat ibu Apu meninggal, dan Apu Muda harus belajar untuk hidup mandiri sendiri.

Seri ketiga berjudul Apur Sansar (The World of Apu). Dirilis tanggal 1 Mei 1959, film ini mengisahkan Apu Dewasa yang mencoba keberuntungannya menjadi seorang penulis. Saat karier menulisnya sedang menanjak, Apu terpaksa harus menikahi seorang gadis, setelah ibu gadis itu menolak calon menantunya yang menderita gangguan jiwa, dan memilih Apu untuk menggantikan pengantin pria tersebut. Namun baru juga menikah beberapa waktu, Apu harus kehilangan istrinya yang meninggal setelah melahirkan anak. Meski awalnya Apu ingin membuang anaknya itu, tetapi dia akhirnya menerima tanggung jawab untuk membesarkan anaknya.

Trilogi film yang mengharukan ini menjadi film India Paling Terhormat dan menjadi tonggak sejarah perfilman India karena berhasil menembus dunia internasional di masa itu. Ketiga film ini tidak saja sukses secara finansial, namun meraih sejumlah penghargaan internasional yang sangat bergengsi : Film Pather Panchali memenangi 13 penghargaaan film internasional bergengsi, di mana salah satunya adalah Best Human Document di ajang Festival Film Cannes 1955. Film Aparajito juga meraih prestasi yang sama dengan memenangi 11 penghargaaan internasional (termasuk Golden Lion Award di Venice Film Festival). Demikian juga Apur Sansar yang juga meraih berbagai penghargaan internasional (termasuk Sutherland Trophy di London Film Festival).



2. ALEX CROSS TRILOGY
Jika Anda bukan penyuka novel, tentu tidak akan tahu film ini. Ya, Alex Cross adalah karakter detektif rekaan novelis James Patterson. Karakter yang digambarkan sebagai Mantan Agen FBI dan seorang psikolog yang bekerja di Washington DC ini menjadi salah satu karakter Patterson yang cukup terkenal di tahun 1990-an. Patterson pertama kali memperkenalkan karakternya ini lewat novelnya, Along Came a Spider, yang terbit tahun 1993. Novel setebal 493 halaman ini menjadi novel terlaris di masa itu. Atas kesuksesannya ini, petualangan Alex Cross kemudian dilanjutkan hingga 22 seri. Novel petualangan Alex Cross teranyar berjudul teranyar Cross Justice, dirilis tahun 2012, dan juga menjadi salah satu novel terlaris di waktu itu.



Kesuksesan novel Alex Cross, mendorong produser film untuk mengadaptasi novel tersebut ke layar lebar. Karena itu pada tahun 1997, dirilislah film pertama petualangan Alex Cross berjudul Kiss The Girls yang disutradarai Gary Fleder, dengan diperani Morgan Freeman dan Ashley Judd. Uniknya, Kiss The Girls merupakan novel kedua petualangan Alex Cross. Dengan mengikuti alur cerita yang sama, film Kiss The Girls mengisahkan tentang kasus penculikan mahasiswi di mana salah satu korbannya adalah rekan Cross (Morgan Freeman) bernama Kate McTiernan (Ashley Judd). Film yang dibuat dengan dana US$ 20 juta itu, ternyata sukses meraup keuntungan sebesar US$ 67 juta.

Sekuel Alex Cross kemudian dirilis pada tahun 2001 dengan judul Along Came a Spider yang merupakan adaptasi dari novel pertama petualangan Alex Cross. Disutradarai Lee Tamahori, karakter Alex Cross di film ini masih dipercayakan pada Morgan Freeman. Meski menggunakan judul yang sama, tetapi alur film ini cukup berbeda dengan alur pada novelnya. Di film ini dikisahkan Alex Cross harus berhadapan dengan seorang penculik sadis yang terobsesi untuk menjadi "Penjahat Paling Hebat Abad Ini". Dibuat dengan dana lebih besar (US$ 60 juta), film ini mampu meraup keuntungan sebesar US$ 105 juta.

Seri ketiga dari Alex Cross dibuat 11 tahun kemudian. Dirilis dengan judul Alex Cross, film yang disutradarai Rob Cohen dan diperani Tyler Perry ini merupakan film re-boot dan sama sekali tidak mengadaptasi novel petualangan Alex Cross mana pun. Sayangnya, film yang dibuat dengan dana US$ 35 juta ini kurang sukses dan hanya mampu meraup perolehan finansial sebesar US$ 34 juta saja.



3. THE APOCALYPSE TRILOGY
Meski tidak punya keterkaitan satu dengan yang lainnya, tapi ketiga film garapan sutradara John Carpenter berikut ini merupakan sebuah trilogi yang dikenal dengan sebutan The Apocalypse Trilogy : The Thing (1982), Prince of Darkness (1987), dan The Mouth of Madness (1995). Menurut Carpenter, ketiga filmnya merupakan film yang menampilkan skenario kiamat (versi John Carpenter) yang mungkin terjadi di masa depan, dimulai dengan invasi mahluk asing ke bumi (The Thing), yang diakhiri dengan penguasaan total mahluk asing atas bumi (The Mouth of Darkness).

Film The Thing mengisahkan tentang mahluk ruang angkasa mirip cacing yang memasuki dan mengendalikan tubuh mahluk hidup yang dirasukinya. Meski sukses, film yang diperani Kurt Russell, A. Wilford Brimley, T.K. Carter, David Clennon, dan Keith David ini tidak meraupkan keuntungan finansial yang cukup signifikan.

Seri berikutnya, Prince of Darkness, mengisahkan tentang ditemukannya Silinder berisi cairan warna hijau di bawah tanah sebuah gereja tua yang sudah lama tidak digunakan. Awalnya pihak gereja menduga kalau cairan itu merupakan tubuh Setan yang telah mengalami pembusukan selama berabad-abad. Rupanya cairan tersebut dapat bergerak dan merasuki tubuh mahluk hidup yang berada di dekatnya. Setelah masuk, maka cairan itu akan mengendalikan tubuh mahluk hidup tersebut dan membuatnya menjadi brutal. Berbeda dengan film The Thing, Prince of Darkness yang dibuat dengan biaya US$ 3 juta, justru meraup keuntungan sebsar US$ 14 juta. Film ini dipernai oleh Donald Pleasence, Victor Wong, Jameson Parker, Lisa Blount, Alice Cooper, dan Dennis Dun

Dan seri ketiga berjudul In The Mouth of Madness diperani oleh Sam Neill, Julie Carmen, Jurgen Prochnow, Charlton Heston, dan David Warner. Film ini mengisahkan tentang John Trent (Sam Neill), seorang Penyidik Asuransi yang mendapat tugas untuk menyidiki hilangnya Novelis Horor Ternama Sutter Cane (Jurgen Prochnow). Dalam penyidikannya, Trent menemukan manuskrip "In The Mouth of Madness" hasil tulis Cane. Anehnya, apapun yang ditulis di manuskrip tersebut terjadi dalam kehidupan Trent. Lebih aneh lagi, Trent menemukan kalau karakter utama manuskrip itu adalah dirinya sendiri. Dibuat dengan dana US$ 8 juta, film ini hanya mampu meraup pemasukan sebesar US$ 8.9 juta.



4. BLACK TRIAD TRILOGY
Maha karya legendaris Sutradara Takashi Miike ini terdiri dari 3 film dengan judul yang berbeda, dan alur cerita yang sama sekali tidak ada hubungannya satu dengan yang lain. Hanya ada 3 hal yang menjadi benang merah dari film ini : Sutradara yang sama (Takashi Miike), Pemeran Utama yang sama (Tomorowo Taguchi), dan tema yang sama (tentang Triad dan Yakuza).


Shinjuku Triad Society (1995) adalah seri pertama dari Black Triad Trilogy. Film ini mengisahkan tentang grup triad yang terdiri dari kaum homoseksual yang berseteru dengan polisi dan kelompok yakuza. Satu ketika, terjadi pembunuhan sadis dengan korban salah seorang anggota yakuza. Para yakuza menuding pelaku pembunuhan adalah anggota triad homoseksual. Ketika salah seorang angota triad ditangkap, Wang (Tomorowo Taguchi) - mantan polisi yang beralih profesi menjadi pengacara - mengajukan diri untuk menjadi pembela anggota triad tersebut. Hal itu menimbulkan kemarahan Kiriya (Kippei Shiina) - kakak Wang - sehingga terjadi pertengkaran di antara kedua bersaudara itu. Sementara itu, para yakuza berusaha menculik pelaku pembunuhan untuk mereka hakimi dengan cara mereka sendiri.

Rainy Dog (1997) merupakan seri kedua dari Black Triad Trilogy. Film dengan tema kontrovesi ini mengisahkan tentang Yuuji (Show Aikawa), seorang pembunuh bayaran yang disewa oleh seorang Pemimpin Yakuza untuk menghabisi orang-orang yang menghalangi bisnisnya. Saat menjalani tugasnya, tiba-tiba mantan kekasih Yuuji yang juga seorang PSK bernama Lily (Chen Xianmei), menitipkan anaknya yang bisu-tulis kepada Yuuji. Sehingga terpaksalah Yuuji melakukan aksi sadisnya sambil membawa anak Lily, sehingga anak itu melihat dan "belajar" semua kesadisan Yuuji. Tindakan Yuuji yang membunuhi orang, mendapat respon di mana salah satu kelompok Yakuza mengutus pembunuh lain (Tomoworo Taguchi) untuk menghabisi Yuuji.

Dan seri ketiga adalah Ley Lines (1999) yang mengisahkan 3 orang remaja Jepang kelahiran China yang mengadu nasib mereka di Shinjuku, Tokyo. Di sana, mereka berkenalan dengan seorang PSK Shanghai yang kemudian mengajak mereka ke dalam kelompok kriminal Shinjuku.



5. CAPTAIN NEMO TRILOGY
Film ini tidak ada hubungannya dengan film Finding Nemo (2003) atau Finding Dory (2016). Captain Nemo adalah karakter utama dari novel legendaris 20,000 Leagues Under the Sea karya Novelis Jules Verne. Novel tersebut dirilis tahun 1870. Uniknya, meski disebut sebagai trilogi, tapi ketiga film Captain Nemo dibuat oleh studio yang berbeda, sutradara yang berbeda, dan pemeran yang berbeda. Meski demikian, film ini memiliki alur cerita yang saling berhubungan dan berkelanjutan.

Film adaptasi novel tersebut dirilis tahun 1954 oleh Walt Disney Productions dengan judul 20,000 Leagues Under the Sea, dengan sutradara Richard Fleicher dan diperani Kirk Dauglas, James Mason, Paul Lukas, dan Peter Lorre. Film ini dengan setia mengikuti alur cerita novelnya, yang mengisahkan tentang petulangan Captain Nemo dan kapalnya, The Nautilus, melakukan eksplorasi laut. Di sana dia dan krunya menemukan banyak misteri bawah laut yang tidak terduga. Film tersebut sukses besar dengan meraup keuntungan sebesar US$ 28 juta (dibuat dengan biaya US$ 5 juta).

Sukses ini kemudian dilanjutkan dengan sekuelnya berjudul Mysterious Island (1961), yang merupakan adaptasi dari novel lanjutan (dirilis tahun 1874) dari 20,000 Leagues Under the Sea karya Jules Verne. Disutradarai Cy Endfield dan didistribusikan Columbia Pictures, film ini mengisahkan tentang pelarian tentara Union Cyrus Harding (Michael Craig), Herbert Brown (Michael Callan), dan Neb (Dan Jackson) menggunakan balon gas. Bersama mereka kemudian bergabung tentara Konfederasi bernama Pencroft (Percy Herbert) dan Gideon Spillet. Berlima mereka terdampar di sebuah Pulau misterius di Lautan Pasific dan bertemu mahluk kepiting raksasa.  Mereka kemudian bertemu dengan Captain Nemo (Herbert Lom) yang juga terdampar di pulau tersebut dengan kapal selamnya yang rusak.

Dan seri ketiga berjudul Captain Nemo and The Underwater City dirilis tahun 1969. Film ini merupakan reboot dari film 20,000 Leagues Under the Sea yang pernah diproduksi Walt Disney sebelumnya. Dengan sutradara James Hill, film ini mengisahkan tentang Captain Nemo (Robert Ryan) yang mengarungi lautan dengan kapal selamnya, Nautilus, menyelamatkan para penumpang dari sebuah kapal yang karam. Dia kemudian membawa penumpang tersebut ke sebuah kota bawah laut bernama Templemer dan meminta mereka untuk tinggal selamanya di kota itu. Namun para penumpang justru mencuri harta karun kota bawah laut tersebut, dan berusaha melarikan diri.



6. CAVALRY TRILOGY
John Ford adalah salah seorang sutradara legendaris era 1920 - 1973 yang banyak memproduksi film-film eksyen (khususnya film bergenre western). Banyak karyanya yang diakui kritikus sebagai film klasik dan memorabel. Beberapa di antaranya adalah The Grapes of Wrath (1940), The Man Who Shot Libery Valance (1962), dan The Searchers (1956). Dari 150 lebih film yang disutradarainya, ada 3 film western yang menjadi legendaris dan dikenal dengan sebutan Cavalry Trilogy.

Cavalry Trilogy merupakan 3 film western yang kesemuanya disutradarai John Ford dan diperan-utamai John Wayne, namun ketiganya sama sekali tidak saling berhubungan.

Film pertama berjudul Fort Apache (1948) yang mengisahkan tentang perseteruan antara tentang Brigade Irlandia dengan Suku Apache setelah mereka diadu-domba oleh seorang suku Indian yang ingin mendapatkan keuntungan dari perseteruan tesebut.

Film kedua adalah She Wore A Yellow Ribbon (1949), di mana film ini mengisahkan tentang upaya perdamaian yang berusaha dilakukan oleh Kaptain Kalvari Amerika Serikat Nathan Cutting Brittles (John Wayne) dengan Suku Cheyenne dan Arapaho setelah Kalvari Amerika Serikat tersebut mengalami kekalahan dalam perang di Lembah Little Big Horn. Namun upaya perdamaian itu gagal, sehingga terjadi perang besar kembali yang merenggut lebih banyak jiwa.

Dan yang terakhir berjudul Rio Grande (1950), di mana film ini mengisahkan Letnan Kolonel Kirby Yorke (John Wayne) yang bertugas di perbatasan Texas harus berhadapan dengan Suku Apache. Dalam pertempuran tidak seimbang, Kirby dan pasukannya menyeberang ke Meksiko guna mencari bala-bantuan. Dalam pelarian ke Meksiko itu, Kirby berseteru dengan anakya, Perwira Jeff Yorke (Claude Jarman Jr) yang tidak setuju dengan rencana Kirby ke Meksiko. Perseteruan mereka makin menajam manakala istri Yorke, Kathleen (Maureen O'Hara), menyusul untuk mendamaikan ayah dan anak tersebut.



7.  COFFIN JOE TRILOGY
Coffin Joe (Ze do Caixao) adalah salah satu karakter horor yang cukup terkenal di era 1960-an. Karakter ini diperkenalkan oleh Sutradara Jose Mojica Marins lewat filmnya yang berjudul At Midnight I'll Take Your Soul (1964). Di film ini Jose Mojica Marins memerani sendiri karakter Coffin Joe, dan menyebut karakter itu sebagai alter-egonya.


Di film At Midnight I'll Take Your Soul (A Meia Noite Leverai Sua Alma), dikisahkan Coffin Joe adalah seorang pria Brazilia yang haus darah, dan senang melakukan pembunuhan pada wanita. Meski telah membunuh banyak korban, namun polisi tidak mampu menemukan bukti yang bisa menyeret Coffin Joe ke sel tahanan. Di akhir cerita, Coffin Joe - yang tidak percaya dengan hal supranatural - mengalami delusi setelah dikunjungi arwah gentayangan yang menguji keberaniannya. Dalam ketakutannya, Joe mengakui semua perbuatan jahatnya, kemudian tewas dalam kondisi mengenaskan.

Sekuelnya berjudul This Night I'll Possess Your Corpse (Esta Noite Encarnarei no Tue Cadaver, 1969). Masih disutradarai dan diperani Jose Mojica Marins, film ini mengisahkan tentang Coffin Joe yang tiba-tiba kembali ke kampung halamannya. Rupanya di seri sebelumya dia tidak tewas, tetapi mengalami shock dan kebutaan sehingga harus dirawat di rumah sakit. Dia memutuskan untuk mencari seorang wanita yang sempurna yang dapat mengandung anaknya yang punya kemampuan superior. Dalam kondisi buta, Coffin Joe masih merasakan haus darah. Dengan bantuan asistennya, Si Bungkuk Berwajah Buruk Bruno (Nivaldo Lima), Coffin Joe menculik 6 orang perawan untuk dipilihnya menjadi calon ibu anaknya. Coffin Joe kemudian tertarik pada anak Kolobel bernama Laura (Tina Wohlers). Namun sang Kolonel tidak suka, sehingga mengutus pembunuh bayaran untuk membunuh Coffin Joe.

Dan sekuel terakhir dari Coffin Joe Trilogy berjudul Embodiment of Evil (Encarnacao do Demonio, 2008). Masih disutradarai dan diperani Jose Mojica Marins, film ini mengisahkan kejadian 40 tahun pasca kejadian di seri kedua trilogi ini, di mana Coffin Joe ternyata dirawat di rumah sakit jiwa selama ini. Setelah mendekam selama 40 tahun, Coffin Joe dibebaskan dan hidup di dunia modern masa kini di Sao Paulo. Masih dirasuki hasrat haus darah dan keinginan mencari wanita sempurna untuk mengandungi anaknya, Coffin Joe kemudian mencari dan membunuh para wanita di kota tersebut. Namun kali ini Coffin Joe berhasil ditangkap dan dibunuh dengan cara disalib. Meski demikian, sebelum tewas, Coffin Joe berhasil menanamkan benihnya pada 2 wanita, yang kelak akan melahirkan anak superior baginya.



8. LOVE TRILOGY
Tiga film berikut ini - Day of Being Wild (1990), In The Mood for Love (2000), dan 2046 (2004) - adalah film garapan sutradara Hong Kong Wong Kar Wai. Ketiga film ini sebenarnya tidak punya hubungan sama sekali dalam alur cerita, karena ketiganya berdiri sendiri. Selain sutradara (Wong kar Wai) dan pemeran utama (Maggie Cheung) yang sama, ketiga film ini kemudian disebut trilogi lantaran teknik sinematografi dan teknik penceritaannya yang sama : Sama-sama membingungkan dan rumit. Karena kerumitan cerita itulah, ketiga film itu dikenal publik dengan sebutan Love Trilogy. Bukankah cinta itu rumit?

Seri pertama - Days of Being Wild - bersetting Hong Kong dan Filipina tahun 1960, berkisah tentang York (Leslie Cheung), seorang playboy Hong Kong yang senang menghancurkan hati para wanita. Kekasih pertamanya, Li Zhen (Maggie Cheung), mengalami gangguan emosional dan mental pasca ditinggalkan York. Li Zhen kemudian menemukan cinta sejatinya lagi setelah berkenalan dengan seorang polisi simpatik bernama Tide (Andy Lau). Sayangnya, cinta mereka tidak pernah bersatu.

In the Mood for Love (2000) adalah "sekuel" film Days of Being Wild, meski alurnya sama sekali tidak berhubungan dengan film tersebut. Film yang dipenuhi dengan gambar metafor tentang 2 orang yang saling mencinta tapi sulit bersatu ini terbilang cukup rumit untuk diikuti. Selain itu, banyak adegan diam dan saling tatap kosong kedua karakter utama dengan durasi panjang, sehingga film ini terasa sangat panjang dan melelahkan (meski cuma berdurasi 98 menit). Bersetting Hong Kong tahun 1962, film ini mengisahkan Chow Mo Wan (Tony Leung) - seorang jurnalis - yang menyewa sebuah kamar apartemen. Tetangganya adalah Su Li Zhen (Maggie Cheung), seorang sekretaris dari sebuah perusahaan perkapalan. Keduanya sering merenung sendiri di dalam kamar mereka masing-masing, dan menjalani rutinitas hidup mereka sehari-hari. Film "seni" ini meraih banyak penghargaan dan nominasi di ajang-ajang festival film bergengsi di masa itu.

Film 2046 menjadi penutup trilogi Days of Being Wild. Film ini mengetengahkan lanjutan cerita dari In The Mood for Love di mana dikisahkan pada tahn 2046, dunia telah berubah menjadi dunia penuh dengan android dan manusia hidup serta jatuh cinta pada mesin tersebut. Film ini terbagi ke dalam 4 Bagian, di mana masing-masing bagian terbagi ke dalam beberapa sub-bagian yang alur ceritanya tidak paralel. Sangat tidak mudah untuk memahami film ini karena alurnya yang tidak sederhana.



9. DEATH TRILOGY
Alejandro Gonzalez Inarritu adalah salah satu sutradara paling dihormati saat ini. Dialah sutradara pertama asal Meksiko yang mendapatkan nominasi Best Director di ajang Academy Award untuk filmnya, Babel (2006). Film tersebut merupakan film ketiga dari trilogi legendarisnya yang dikenal publik dengan nama Death Trilogy. Ada pun ketiga film trilogi itu berjudul Amores Perros (2000), 21 Grams (2003), dan Babel (2006). Ketiga film tersebut tidak cerita yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Selain sutradaranya, penghubung ketiga film tersebut terdapat pada tema cerita yang mengetengahkan tentang kematian, termasuk penggunaan tentang kematian, kematian para pemeran utamanya, serta konsekuensi pasca kematian.

Amores Perros (2000) adalah film drama-thriller Meksiko, yang mana mengetengahkan 3 cerita yang menampilkan kekecaman manusia, baik pada binatang maupun manusia sendiri. Kekejaman dan kesetiaan yang menjadi tema cerita ini disimbolkan dengan hewan anjing yang selalu ada dalam 3 cerita film Amores Perros tersebut. Ketiga cerita itu diceritakan secara terpisah, namun kesemuanya terhubung dalam sebuah kecelakaan lalu lintas.

21 Grams (2003) adalah seri kedua dari Death Trilogy. Menggunakan konsep yang sama dengan Amores Perros, film ini terdiri dari beberapa segmen cerita yang tidak saling berhubungan dan diceritakan non-linier. Semua kejadian dalam film ini berawal dari sebuah kecelakaan lalu lintas, yang mengubah kehidupan orang-orang yang berada di sekitar lokasi kecelakaan. Berbeda dengan Amores Perros yang kesemua pemerannya adalah artis Meksiko yang tidak terkenal, film 21 Grams melibatkan banyak artis papan atas Hollywood. Beberapa di antaranya adalah Sean Penn, Naomi Watts, Danny Huston, dan Benicio del Toro.

Babel (2006) adalah film ketiga dari Death Trilogy dengan mengangkat cerita yang jauh lebih kompleks. Dengan konsep penceritaan yang sama, Babel mengangkat 4 cerita yang seolah-olah tidak berhubungan tetapi pada akhirnya punya benang merah yang terletak pada senjata rifel yang digunakan anak-anak Abdullah, seorang pengurus domba di Padang Gurun Maroko.



10. MEXICO TRILOGY
Dan film terakhir dan paling fenomenal adalah Mexico Trilogy, atau juga dikenal dengan sebutan Mariachi Trilogy dan Desperado Trilogy. Tiga film tersebut merupakan garapan dari Robert Rodriguez dengan menampilkan karakter El Mariachi (seri pertama diperani Carlos Gallardo, kemudian digantikan oleh Antonio Banderas di seri kedua dan ketiga), seorang pemusik yang berkeliling Meksiko dan berhadapan dengan para kriminal. Awalnya dibuat dengan dana yang sangat minim (hanya US$ 7,000), film El Mariachi sukses dan mengantongi pendapatan sebesar US$ 2 juta. Itulah yang membuat Rodriguez memutuskan untuk membuat petualangan El Mariachi menjadi trilogi.

Seri pertama berjudul El Mariachi (1992) dan dibuat dalam bahasa Spanyol dengan para artis amatir yang didapat Rodriguez di kota perbatasan Meksiko bernama Ciudada Acuna. Film ini mengetengahkan El Mariachi, seorang pengamen, yang mampir ke sebuah kota kecil di pinggiran Meksiko. Kota itu ternyata dikuasai oleh seorang kriminal bernama Azul (Reinol Martinez), yang menyebarkan ketakutan kepada masyarakat yang tinggal di sana. Awalnya El Mariachi berusaha menghindar. Tetapi setelah dikejar dan ditekan kelompok Azul, El Mariachi menunjukkan jati dirinya sebagai seorang pembunuh tanpa ampun.

Sukses film El Mariachi akhirnya memberikan kesempatan Robert Rodriguez untuk mengembangkan cerita petualangan El Mariachi ke level yang lebih tinggi lagi. Didukung dengan dana yang dikucurkan Columbia Pictures sebesar US$ 7 juta, Rodriguez kemudian membuat sekuel El Mariachi berjudul Desperado (1995). Kali ini peran El Mariachi diberikan kepada Antonio Banderas. Di film ini dikisahkan El Mariachi berhadapan dengan Gembong Kriminal Bucho (Joaquim de Almeida) setelah dirinya terlibat baku-tembak dengan anak buah Bucho di sebuah bar. Dibantu kekasihnya, Carolina (Salma Hayek), El Mariachi kemudian menghabisi kelompok Bucho sampai ke akar-akarnya.

Seri terakhir adalah Once Upon A Time in Mexico (di beberapa negara, film ini beredar dengan judul Desperado 2) yang dirilis tahun 2003. Di film yang masih disutradarai Robert Rodriguez dan diperani Antonio Banderas serta Salma Hayek ini, dikisahkan El Mariachi direkrut oleh Agen CIA Sheldon Sands (Johnny Depp) untuk membunuh Gembong Kriminal Meksiko Armando Barillo (Willem Dafoe). Armando sendiri berniat menggulingkan Presiden Meksiko. Jika hal itu terjadi, maka akan terjadi kekacauan di kota tersebut. Dibuat dengan dana yang lebih besar lagi (US$ 29 juta), film ini mampu memberikan pemasukan sebesar US$ 98 juta. Meski ketiga film El Mariachi ini sukses, Rodriguez sudah memutuskan untuk mengakhiri petualangan El Mariachi dan tidak akan membuat sekuelnya lagi.




Comments